Jakarta, Jangan meremehkan bayi. Di balik kepolosan dan
keluguannya, bayi menyimpan potensi yang besar. Otak bayi sedang berada
dalam tahap perkembangan yang luar biasa agar dapat mempelajari banyak
hal dengan cepat. Bahkan penelitian menemukan bahwa bayi berumur 2 tahun
sudah bisa berpikir layaknya seorang ilmuwan.
Memang tidak
persis seperti ilmuwan sebab anak-anak tidak paham statistik, tidak
dapat merancang eksperimen dan tidak mengikuti konferensi ilmiah. Tapi
hasil percobaan menunjukkan bahwa anak-anak tanpa disadari dapat
memahami pola statistik dan menerapkannya untuk memecahkan masalah.
Seorang
ilmuwan bernama Alison Gopnick dari University of California di
Berkeley melakukan eksperimen sederhana di laboratoriumnya sendiri.
Menggunakan mesin yang dapat menyalakan lampu dan memainkan musik ketika
ada benda tertentu ditempatkan di atasnya, Gopnick menunjukkan bahwa
bayi umur 2 tahun sudah dapat mengaktifkan mesin tersebut.
Apabila
ditempatkan 1 blok di atasnya, maka lampu dan musiknya akan menyala
sebanyak 2- 3 kali. Namun apabila diletakkan blok kedua, maka mesin akan
menyala sebanyak 2 - 6 kali. Anak-anak ini kemudian diminta menyalakan
mesin dan ternyata mampu melakukannya.
Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa bayi berusia 2 - 4 tahun mampu menghitung probabilitas
untuk mengaktifkan dan mematikan mesin. Percobaan lain juga menunjukkan
anak-anak ini dapat menghitung probabilitas yang jauh lebih rumit untuk
menarik kesimpulan yang lebih rumit pula.
"Percobaan ini
menunjukkan bahwa jika Anda memberikan anak-anak satu masalah seperti
mencari tahu bagaimana mesin bekerja, maka anak-anak bermain secara
spontan. Ia akan melakukan banyak percobaan untuk mendapat informasi
yang dibutuhkan dan mencari tahu bagaimana mainan itu bekerja," kata
Gopnick seperti dilansir Live Science, Jumat (28/9/2012).
Gopnick
menambahkan, anak-anak juga bisa belajar tentang hubungan sebab-akibat
dengan mengamati tindakan orang lain. Oleh karena itu, orangtua dan para
guru dapat menerapkan metode ini untuk mengajarkan anaknya ketrampilan
baru. Mengajarkan sesuatu tanpa membiarkan anak mencari tahu sendiri
justru dapat menghambat proses belajar anak-anak.
Temuan Gopnick
ini juga bisa diterapkan dalam pendidikan prasekolah. Apalagi ia
menyadari bahwa ada tekanan yang cukup besar di awal tahun-tahun
pelajaran karena kurikulum sangat berfokus pada keterampilan membaca dan
matematika.
"Saya pikir penelitian ini menunjukkan bahwa
anak-anak memiliki kemampuan kognitif yang luar biasa ketika berusia 2, 3
dan 4 tahun. Mereka berlatih keterampilan-keterampilan kognitif lewat
proses bermain, bereksperimen dan mengeksplorasi. Ketika pendidikan
prasekolah jadi lebih akademis dan terstruktur, kita tidak mendorong
anak-anak melakukan aktifitas ilmiah dan kognitif yang sebenarnya mampu
mereka lakukan sendiri," kata Gopnick.
(detik)